Perlu kita ketahui, ternyata jumlah kematian di Wuhan salah satunya karena dipengaruhi suhu. Penelitian tersebut mencermati 2.300 orang yang meninggal di Wuhan kota di China yang diyakini sebagai asal virus corona atau Covid-19, kemudian membandingkannya dengan kelembaban, suhu, dan tingkat polusi pada hari kematian terjadi. Meskipun penelitian tersebut belum diterbitkan dalam jurnal akademis, riset mereka menunjukkan tingkat kematian lebih rendah pada hari-hari ketika tingkat kelembaban dan suhu lebih tinggi.
Analisis mereka juga memperlihatkan bahwa pada hari-hari ketika rentang suhu maksimum dan minimum melebar, tingkat kematian lebih tinggi. Namun riset mereka sebagian besar didasarkan pada permodelamn komputer, sehingga korelasi ini dan apakah itu terjadi di tempat lain di dunia masih harus dijelajahi, belum dapat dipastikan dengan benar.
Kurang sensitif, Analisis terkini mengenai penyebaran virus corona di Asia oleh para peneliti Fakultas Kedokteran Universitas Harvard menilai pandemi virus tersebut kurang sensitif terhadap cuaca sebagaimana diharapkan banyak orang. Mereka berkesimpulan pertumbuhan jumlah kasus secara cepat di daerah-daerah dingin dan kering di China, seperti Jilin dan Heilongjiang, serta daerah tropis, seperti Guangxi, menunjukkan peningkatan suhu dan kelembaban pada musim semi dan musim panas tidak akan berujung pada penurunan jumlah kasus.
Dan di bagian inilah pemahaman mengenai perilaku musiman penyakit menjadi rumit mengingat perubahan musim pada perilaku manusia juga menimbulkan perubahan pada tingkat penularan. Kasus-kasus campak di Eropa, sebagai contoh, bertepatan dengan aktivitas sekolah dan menurun saat liburan manakala anak-anak tidak menyebarkan virus satu sama lain. Mudik besar-besaran saat Imlek pada 25 Januari juga diperkirakan memainkan peranan kunci dalam penyebaran Covid-19 dari Wuhan ke kota-kota lain di China dan bahkan hingga sampai keseluruh dunia. Mengerikan bukan.
Selanjutnya jubah yang tidak tahan panas. Virus corona merupakan sebuah keluarga yang disebut sebagai “virus-virus berselubung”. Artinya mereka berselubung dalam jubah berminyak, yang dikenal dengan lapisan lipid, bertabur protein berwujud tonjolan-tonjolan seperti pada mahkota. Itulah mengapa virus-virus ini dinamai corona, yang dalam bahasa Latin berarti mahkota. Riset pada virus-virus berselubung lainnya menunjukkan bahwa jubah berminyak ini membuat virus-virus tersebut lebih rentan pada panas ketimbang virus yang tidak berselubung.
Perlu kita ketahui juga dalam kondisi dingin, jubah berminyak mengeras mirip karet atau mirip lemak dari daging yang dimasak matang kemudian dingin. Jubah ini berfungsi melindungi virus ketika virus itu berada di luar tubuh. Imbasnya, sebagian virus berselubung cenderung menunjukkan perilaku musiman yang kuat. Riset telah memperlihatkan virus Sars-Cov-2 bisa bertahan hidup selama 72 jam pada permukaan keras seperti plastik dan baja antikarat dalam suhu antara 21-23 derajat Celsius dan kelembaban relatif 40%.
Bagaimana perilaku Covid-19 pada suhu dan kelembaban lain masih harus diuji, namun riset pada virus-virus corona jenis lain mengindikasikan mereka bisa bertahan hidup selama lebih dari 28 hari pada suhu 4 derajat Celsius. Sekarang, pastikan suhu masing-masing dari tempat tinggalmu ya, jangan sampai hal ini membuat virus corona berlama-lama denganmu dan cek virus corona online.
Lalu, apakah virus corona menghilang seiring tibanya musim panas. Sebagian besar wabah virus corona terjadi di wilayah-wilayah yang cuacanya sejuk. Hal ini memicu spekualasi bahwa Covid-19 kemungkinan menghilang seiring tibanya musim panas. Akan tetapi, para pakar sudah mewanti-wanti bahwa jangan terlalu berharap virus corona akan musnah pada musim panas. Dan sikap waspada mereka sangat beralasan. Virus yang menimbulkan Covid-19 yang secara resmi bernama SARS-CoV-2 terlalu baru sehingga data mengenai korelasinya dengan musim dan cuaca belum benar-benar kuat. Virus Sars yang berhubungan erat dengan virus corona baru yang kini mewabah ditangani dengan cepat ketika menjalar pada 2003 silam.
Sebagai konsekuensi, informasi mengenai perilakunya terhadap musim dan cuaca masih terlalu sedikit. Namun ada beberapa petunjuk dari virus corona jenis lain guna mengetahui apakah Covid-19 merupakan penyakit musiman. Kajian 10 tahun lalu oleh Kate Templeton dari Pusat Penyakit Menular di Universitas Edinburgh, menemukan tiga jenis virus corona yang semuanya diperoleh dari beberapa pasien di rumah sakit-rumah sakit dan tempat praktik dokter-dokter di Edinburgh, menunjukkan kemunculan pada “musim dingin”.