Siapa sih anak-anak yang tidak suka permen, cokelat, atau chiki? Hampir semua anak menyukai berbagai makanan tersebut. Bahkan, banyak juga orangtua yang memberikan makanan tersebut secara rutin tanpa mengetahui bahayanya. Atau berusaha melakukan pencegahan atas dampaknya dengan melakukan monitor gula darah secara rutin. Prinsip mereka adalah yang penting anaknya merasa senang. Padahal hal tersebut sangat berbahaya karena tidak hanya bisa menyebabkan anak mengalami masalah kesehatan saja, tetapi bisa juga memengaruhi nafsu makannya.
Ya, makanan dengan cita rasa yang terlalu kuat memang bisa membuat anak ketagihan. Misalnya saja seperti rasa gurih dari chiki, atau rasa manis dari permen dan kue. Parahnya lagi, rasa manis biasanya akan merusak nafsu makan seseorang dan membuatnya merasa tidak puas jika hanya mengonsumsi satu. Inilah yang membuat anak maupun orang dewasa akan terus menerus mengonsumsi makanan manis tanpa henti dan berakhir dengan masalah obesitas. Atau yang lebih parahnya lagi yaitu terserang diabetes.
Pada anak-anak, kondisi ini akan membuat mereka lebih menyukai berbagai makanan dengan rasa buatan dibandingkan dengan rasa alami. Misalnya saja seperti rasa alami sayur atau rasa manis alami dari buah. Akibatnya anak akan berisiko tinggi mengalami masalah gizi yang berdampak pada pertumbuhan dan perkembangannya.
Kondisi tersebut sebenarnya bisa dicegah, tetapi membutuhkan peran aktif dari orangtua. Beberapa caranya yaitu:
- Jangan membiasakan anak mengonsumsi makanan dengan cita rasa kuat secara berlebihan. Jika memang anak diizinkan untuk mengonsumsinya, pastikan untuk memberikan batasan.
- Ada baiknya jika Anda memperkenalkan anak pada sayuran terlebih dahulu pada masa MPASI dibandingkan dengan buah. Jika anak lebih mengenal buah terlebih dahulu, risiko anak menolak sayuran akan lebih besar karena rasa sayuran yang pahit sementara buah manis.
Mengenai batasan mengonsumsi makanan dengan cita rasa kuat, tidak boleh hanya dilakukan oleh orangtuanya saja, tetapi juga oleh orang lain di sekitar anak. Sebab seringkali orang di sekitar anaklah yang membuat pendidikan dan aturan dari orangtua menjadi berantakan. Misalnya, seorang nenek yang selalu menuruti keinginan cucunya untuk mengonsumsi makanan manis karena alasan menyayangi cucunya dan ingin agar cucunya bahagia. Padahal orangtuanya sendiri sudah memberikan batasan. Dalam kondisi tersebut, anak tetap berisiko tinggi mengalami ketagihan makanan dengan cita rasa kuat dan menolak makanan lainnya. (Vita)